2 April 2013

Posted by RYAN ATMOJO | File under :

TINDAKAN KRIMINALITAS PERAMPOKAN
 YANG TERJADI DI JAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN

            Kota Jakarta merupakan kota metropolitan, keberadaaanya yang sebagai ibukota negara Indonesia, menjadikan Jakarta sebagai central dari kegiatan negara Indonesia. Banyak sekali masyarakat dari luar daerah Jakarta yang datang untuk mengadukan nasibnya. Kehidupan di daerah yang terasa masih jauh dari kata cukup, menjadikan suatu dorongan masyarakat luar daerah Jakarta untuk datang di kota metropolitan ini.

            Jakarta memang menjanjikan sebuah lapangan pekerjaan yang banyak, namun keadaan tersebut berbanding terbalik dengan apa yang terjadi pada saat ini. Ribuan bahkan jutaan orang yang datang ke Jakarta, menjadikan Jakarta saat ini terasa kurang akan lapangan pekerjaan. Sedangkan himpitan ekonomi yang semakin menjepit penduduk Jakarta menjadikan banyak orang untuk melakukan perbuatan yang negative, perbuatan yang jauh dari norma-norma keagamaan, pebuatan yang dapat merugikan oranglain, serta pebuatan yang jauh dari kata terpuji. Itu semua dilakukan semata- mata hanya untuk menyambung kehidupannya di hari esok. 

BAB II
ISI

            Kejamnya kota metropolitan memang menuntut orang di dalamnya untuk dapat menyambung kehidupannya di hari esok, desakan ekonomi yang semakin menghimpit, menjadikan banyak orang melakukan hal negative contoh nya adalah perbuatan perampokan. Perbuatan perampokan memang pebuatan kriminalitas, perbuatan tersebut memang sangat tidak terpuji. Perbuatan perampokan saat ini memang semakin meningkat tajam. Keberadaan perampok memang sangat meresahkan seluruh lapisan masyarakat khusunya kota Jakarta. tidak sedikit juga para perampok yang nekat untuk melukai korbannya. Hal tersebut lagi- lagi di karenakan himpitan ekonomi.

BAB III
PENUTUP

              Entah sampai kapan perbuatan tidak terpuji itu dapat hilang dari kota Jakarta, namun seandainya waktu dapat di putar kembali ,seharusnya pemerintah dapat menekan penduduk daerah yang datang untuk mengadu nasibnya di Jakarta, dengan membangun fasilitas atau pun membuka lapangan pekerjaan yang merata. Dengan kata lain kota Jakarta tidak menjadi satu-satunya kota yang menjadi pusat dari segala pemerintahan negara Indonesia.

Sekian
Posted by RYAN ATMOJO | File under :

KEHIDUPAN MALAM PARA
PEMBALAP LIAR
DI JAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN

          Jakarta adalah sebuah ibukota dari negara Indonesia, Jakarta merupakan pusat kegiatan dari negara Indonesia, faktor tersebut di jadikan sebuah alasan mengapa banyak sekali masyarakat Indonesia baik dari dalam atau luar Jakarta yang  menggantungkan kehidupannya di kota ini, keadaaan seperti ini seakan membuat manusia sudah tidak perduli dengan apa yang terjadi di sekitar lingkungannya, kehidupan Jakarta yang memang begitu terasa kejam dimanfaatkan banyak orang untuk bekerja, tuntutan yang begitu memaksa seakan mendorong manusia supaya dapat hidup di tengah kejamnya kota metropolitan ini, kepadatan kota Jakarta di pagi hari merupakan potret dimana banyak orang yang sedang mengais rezeki di kota besar ini
          Kota Jakarta memang seakan tidak pernah tidur dari kesunyian. Hal tersebut merupakan suatu dari banyaknya contoh kota metropolitan yang ada di dunia, banyak orang bekerja dipagi hari, namun tidak sedikit orang yang bekerja di malam hari,walau memang aktivitas malam hari di Jakarta tidak sepadat seperti di pagi hari, namun kehidupan malam memang begitu di tunggu bagi orang yang mencari uang di malam hari tidak terkecuali para pembalap liar.

BAB II
ISI

Pembalap liar juga merupakan potret hitam bagi kota Jakarta, rutinitas yang begitu padat serta himpitan ekonomi yang mendera, di jadikan faktor penguat bagi Mereka untuk ikut dalam ajang balap liar. Keheningan di kota Jakarta pada malam hari, memang di manfaatkan betul oleh para pembalap, di saat banyak orang yang sedang lelap tertidur, dan di saat jalanan kota Jakarta sudah menjadi sepi karena malamnya hari, serta aktivitas yang sudah tidak terlalu padat, dijadikan para pembalap sebagai ajang trak balap liar.
          Telah banyak para pembalap liar di kota metropolitan ini, dan tidak sedikit para pembalap liar yang menggantungkan kehidupannya di ajang balapan liar, banyak pembalap –pembalap liar yang telah berurusan dengan kepolosian, selain mengganggu ketenangan orang lain, balapan liar juga membahayakan bagi para penguna jalan serta pembalap- pembalap yang ikut dalam ajang balap liar, tidak sedikit para pembalap liar yang merenggang nyawa di saat sedang balapan. Namun kejadian tersebut seakan tidak membuat jera para pembalap, hingga saat ini pembalap – pembalap liar tetaplah masih ada, mereka merasa bahwa inilah kehidupannya. Mereka seakan menemukan kehidupannya di ajang seperti ini, tidak perduli akan apa yang nantinya terjadi.

BAB III
PENUTUP
Itulah potret kelam kota Jakarta pada malam hari. Kehidupan malam yang hening dan terasa tidak sepadat pada pagi hari, di jadikan alasan mengapa masih banyak pembalap-pembalap liar di kota jakara ini.
Harusnya kita sebagai warga masyarakat Jakarta dapat memperhatikan keselamatan orang lain dan diri kita sendiri, janganlah mengikuti ajang balap liar, saat ini sudah di sediakan sarana dan prasarana, untuk menyalurkan hoby berbalap mereka, sirkuit sentul contohnya.
Himpitan ekonomi memang sulit namun jangan dijadikan sebuah alasan untuk kita melakukan hal-hal negative, masih banyak hal positif lainnya yang dapat kita kerjakan.

1 April 2013

Posted by RYAN ATMOJO |
Latar Belakang

Berpikir deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM.). Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan kecakapannya untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi. Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.

Alternatif dari berpikir deduktif adalah berpikir induktif. Perbedaan dasar di antara keduanya dapat disimpulkan dari dinamika deduktif tengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru sebaliknya. Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat berlaku secara umum.

Berpikir deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umu. Dengan memikirakan fenomena bagaimana apel jatuh dan bagaimana planet-planet bergerakIsaac Newton menyimpulkan teori daya tarik. Pada abad ke-19, Adams dan Le Verrier menerapkan teori Newton (prinsip umum) untuk mendeduksikan keberadaan, massa, posisi, dan orbit Neptunus (kesimpulan-kesimpulan khusus) tentang gangguan (perturbasi) dalam orbit Uranus yang diamati (data spesifik).


 Pengertian berpikir Deduktif
Berpikir Deduktif dalah proses berpikir untuk manarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum. Proses berpikir ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan kesimpulan deduktif terebut dapat dimulai dai suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit.

Macam – Macam Berpikir Deduktif
Macam-macam Berpikir deduktif diantaranya :

a. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Dengan fakta lain bahwa silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari 2 pendapat dan 1 kesimpulan.
Contoh Silogisme:

Berpikir Deduktif

Latar Belakang
Berpikir deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM.). Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan kecakapannya untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi. Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.

Alternatif dari berpikir deduktif adalah berpikir induktif. Perbedaan dasar di antara keduanya dapat disimpulkan dari dinamika deduktif tengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru sebaliknya. Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat berlaku secara umum.

Berpikir deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umu. Dengan memikirakan fenomena bagaimana apel jatuh dan bagaimana planet-planet bergerakIsaac Newton menyimpulkan teori daya tarik. Pada abad ke-19, Adams dan Le Verrier menerapkan teori Newton (prinsip umum) untuk mendeduksikan keberadaan, massa, posisi, dan orbit Neptunus (kesimpulan-kesimpulan khusus) tentang gangguan (perturbasi) dalam orbit Uranus yang diamati (data spesifik).


 Pengertian berpikir Deduktif
Berpikir Deduktif dalah proses berpikir untuk manarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum. Proses berpikir ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan kesimpulan deduktif terebut dapat dimulai dai suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit.

Macam – Macam Berpikir Deduktif
Macam-macam Berpikir deduktif diantaranya :

a. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Dengan fakta lain bahwa silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari 2 pendapat dan 1 kesimpulan.
Contoh Silogisme:
Semua manusia akan mati
Amin adalah manusia
Jadi, Amin akan mati (konklusi / kesimpulan)

b. Entimen
Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan pula silogisme premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh Entimen :
Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari
Pada malam hari tidak ada matahari
Pada malam hari tidak mungkin ada proses fotosintesis
Semua manusia akan mati
Amin adalah manusia
Jadi, Amin akan mati (konklusi / kesimpulan)

b. Entimen
Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan pula silogisme premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh Entimen :
Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari
Pada malam hari tidak ada matahari
Pada malam hari tidak mungkin ada proses fotosintesis
Posted by RYAN ATMOJO |
Penalaran
proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.

Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut denganpremis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi(consequence).

Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi

Konsep dan simbol dalam penalaran
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentukbahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupakata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.

Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukankebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
a. Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang
   memang benar atau sesuatu yang memang salah.
b. Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua
    premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formalmaupun
    material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan
    berpikir yang tepat sedangkanmaterial berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis
    tepat.

Evidensi
Pada hakikatnya evidensi adalah semua yang ada semua kesaksian,semua informasi,atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran, fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh dicampur adukan dengan apa yang di kenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud dengan data atau informasi adlah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu sumber tertentu.
Cara mrnguji data :
Data dan informasi yang di gunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap di gunakan sebagai evidensi. Di bawah ini beberapa cara yang dapat di gunakan untuk pengujian tersebut.
1.Observasi
2.Kesaksian
3.Autoritas
Cara menguji fakta
Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta,maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan penilitian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakinan bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.
1.Konsistensi
2.Koherensi

INFERENSI
  Pengertian Inferensi
Sebuah pekerjaan bagai pendengar (pembaca) yang selalu terlibat dalam tindak tutur selalu harus siap dilaksanakan ialah inferensi. Inferensi dilakukan untuk sampai pada suatu penafsiran makna tentang ungkapan-ungkapan yang diterima dan pembicara atau (penulis). Dalam keadaan bagaimanapun seorang pendengar (pembaca) mengadakan inferensi. Pengertian inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis (diucapkan) samapai pada yang diinginkan oleh saorang penulis (pembicara).
Inferensi atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan salah sama sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi lagi. Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis.
Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur). Untuk menarik sebuah kesimpulan (inferensi) perlu kita mengetahui jenis-jenis inferensi, antara lian;

Inferensi Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari premisnya.
Contoh:          
Bu, besok temanku berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru, kadonya lagi belum ada”.
Maka inferensi dari ungkapan tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun temanya.
Contoh:
Pohon yang di tanam pak Budi setahun lalu hidup.
dari premis tersebut dapat kita lansung menari kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon yang ditanam pak budi setahun yang lalu tidak mati.

Inferensi Tak Langsung
 Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari dua / lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama.
Contoh:
A : Anak-anak begitu gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
B : Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa.
     Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C : Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.
     Contoh yang lain;
A : Saya melihat ke dalam kamar itu.
B : Plafonnya sangat tinggi.
     Sebagai missing link diberikan inferensi, misalnya:
C: kamar itu memiliki plafon